Definisi Karakter

- 08.39

Definisi Karakter

 
Definisi Karakter - Menurut bahasa, karakter merupakan tabiat ataupun kebiasaan. Sedangkan pendapat dari ahli psikologi, karakter merupakan sebuah system keyakinan serta kebiasaan yng mengarahkan tindakan seorang individu. Karena itu, andai pengetahuan mengenai karakter seseorang itu bisa diketahui, maka bisa diketahui juga bagaimana individu yang telah di sebutkan akan bersikap bagi atau bisa juga dikatakan untuk kondisi-kondisi tertentu. Dilihat dari sudut pengertian, sebenarnya karakter serta akhlak tak mempunyai perbedaan yng signifikan. Keduanya didefinisikan menjdai suatu tindakan yng terlaksana tanpa ada lagi pemikiran lagi lantaran telah tertanam dalam pikiran, serta yang dengannya kata lain, keduanya bisa disebut yang dengannya kebiasaan.
Mekanisme Pembentukan Karakter
Definisi Karakter1. Unsur dalam Pembentukan Karakter
Unsur terpenting dalam pembentukan karakter merupakan pikiran lantaran pikiran, yng di dalamnya terdapat seluruh program yng terbentuk dari pengalaman hidupnya, adalah pelopor segalanya.2 Program ini lantas membentuk system kepercayaan yng akhirnya bisa membentuk pola berpikirnya yng mampu memberi pengaruh perilakunya. Jika program yng tertanam yang telah di sebutkan sesuai yang dengannya prinsip-prinsip kebenaran universal, maka perilakunya berjalan selaras yang dengannya hukum alam. Hasilnya, perilaku yang telah di sebutkan membawa ketenangan serta kebahagiaan. Sebaliknya, andai program yang telah di sebutkan tak sesuai yang dengannya prinsip-prinsip hukum universal, maka perilakunya membawa kerusakan serta menghasilkan penderitaan. Oleh lantaran itu, pikiran Perlu memperoleh perhatian serius.
Tentang pikiran, Joseph Murphy mengatakan bahwasanya di dalam diri kita-kita terdapat satu pikiran yng mempunyai ciri yng berbeda. Untuk membedakan ciri yang telah di sebutkan, maka istilahnya dinamakan yang dengannya pikiran sadar (conscious mind) ataupun pikiran objektif serta pikiran bawah sadar (subconscious mind) ataupun pikiran subjektif.3 Penjelasan Adi W. Gunawan mengenai fungsi dari pikiran sadar serta bawah sadar menarik bagi atau bisa juga dikatakan untuk bersumber.
Pikiran sadar yng secara fisik terdapat atau terletak di bagian korteks otak bersifat masuk akal serta analisis yang dengannya mempunyai pengaruh sebesar 12 % dari kemampuan otak. Sedangkan pikiran bawah sadar secara fisik terdapat atau terletak di medulla oblongata yng telah terbentuk disaat masih di dalam kandungan. Karena itu, disaat bayi yng dilahirkan menangis, bayi yang telah di sebutkan akan tenang di dekapan ibunya lantaran dia telah terasa tak asing lagi yang dengannya detak jantung ibunya. Pikiran bawah sadar bersifat netral serta sugestif.4
Untuk memahami cara kerja pikiran, kita butuh tahu bahwasanya pikiran sadar (conscious) merupakan pikiran objektif yng berhubungan yang dengannya objek luar yang dengannya mempergunakan panca indra menjdai media serta sifat pikiran sadar ini merupakan menalar. Sedangkan pikiran bawah sadar (subsconscious) merupakan pikiran subjektif yng berisi emosi dan memori, bersifat irasional, tak menalar, serta tak bisa membantah. Kerja pikiran bawah sadar menjadi Amat optimal disaat kerja pikiran sadar makin minimal.5
Pikiran sadar serta bawah sadar terus berinteraksi. Pikiran bawah sadar akan menjalankan apa yng sudah dikesankan kepadanya melalui system kepercayaan yng lahir dari hasil kesimpulan akal dari pikiran sadar terhadap objek luar yng diamatinya. Karena, pikiran bawah sadar akan terus mengikuti kesan dari pikiran sadar, maka pikiran sadar diibaratkan semisal nahkoda sedangkan pikiran bawah sadar diibaratkan semisal awak kapal yng siap menjalankan perintah, terlepas perintah itu benar ataupun salah. Di sini, pikiran sadar mampu berperan menjdai penjaga bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjaga pikiran bawah sadar dari pengaruh objek luar.
Kita ambil sebuah semisal. Jika media masa memberitakan bahwasanya Indonesia makin terpuruk, maka informasi ini bisa membuat seseorang terasa depresi lantaran sesudah mendengar serta melihat informasi yang telah di sebutkan, dia menalar didasari kepercayaan yng dipegang semisal yang akan di sajikan kali ini, “Kalau Indonesia terpuruk, rakyat jadi terpuruk. Saya adalah rakyat Indonesia, jadi ketika Indonesia terpuruk, maka saya juga terpuruk.” Dari sini, kesan yng diperoleh dari hasil penalaran di pikiran sadar merupakan kesan ketidakberdayaan yng berakibat kepada rasa putus asa. Akhirnya rasa ketidakberdayaan yang telah di sebutkan akan memunculkan perilaku destruktif, malah mampu mendorong kepada tindak kejahatan semisal pencurian yang dengannya beralasan bagi atau bisa juga dikatakan untuk mampu bertahan hidup. Namun, melalui pikiran sadar juga, kepercayaan yang telah di sebutkan bisa dirubah bagi atau bisa juga dikatakan untuk memberikan kesan berbeda yang dengannya menambahkan semisal kalimat yang akan di sajikan kali ini, “...tapi aku punya banyak relasi orang-orang kaya yang siap membantuku.” Nah, cara berpikir semacam ini akan memberikan kesan keberdayaan menjadikan kesan ini bisa memberikan harapan serta mampu menaikan rasa percaya diri.
Dengan memahami cara kerja pikiran yang telah di sebutkan, kita memahami bahwasanya pengendalian pikiran menjadi Amat penting. Dengan kemampuan kita dalam mengendalikan pikiran ke arah kebaikan, kita akan gampang memperoleh apa yng kita inginkan, yakni kebahagiaan. Sebaliknya, andai pikiran kita lepas kendali menjadikan terfokus kepada keburukan serta kejahatan, maka kita akan terus memperoleh penderitaan-penderitaan, disadari maupun tak.
2. Proses Pembentukan Karakter
Sebelum penulis melanjutkan pemaparan, mari kita kaji ilustrasi yang akan di sajikan kali ini.. Di dalam sebuah ruangan, terdapat seorang bayi, serta dua orang dewasa. Mereka duduk dalam posisi melingkar. Kemudian masuk satu orang lain yng membawa kotak besar berwarna putih ke arah orang-orang. Setelah meletakkan kotak yang telah di sebutkan di tengah-tengah orang-orang, orang yang telah di sebutkan langsung membuka tutupnya agar keluar isinya. Apa yng terlaksana...? sebenarnya sesudah dibuka, terlihat ada tiga ular kobra berwarna hitam serta besar yng keluar dari kotak yang telah di sebutkan. Langsung saja, salah seorang dari orang-orang lari ketakutan, sedangkan yng lain-lainnya malahan berani mendekat bagi atau bisa juga dikatakan untuk memegang ular agar tak membahayakan, serta, tentu saja, si bayi yng ada di dekatnya tetap tak memperlihatkan respon apa-apa terhadap ular.
Nah, begitu pun yang dengannya ke hidup-an kita-kita di dunia ini. Kita seluruh dihadapkan yang dengannya permasalahan yng percis, yakni ke hidup-an duniawi. Akan namun respon yng kita berikan terhadap permasalahan yang telah di sebutkan berbeda-beda. Di antara kita, ada yng hidup penuh semangat, sedangkan yng lain-lainnya hidup penuh malas serta putus asa. Di antara kita pun ada yng hidup yang dengannya keluarga yng hening serta tenang, sedangkan di antara kita pun ada yng hidup yang dengannya kondisi keluarga yng berantakan. Di antara kita pun ada yng hidup yang dengannya perasaan bahagia serta ceria, sedangkan yng lain hidup yang dengannya penuh penderitaan serta keluhan. Padahal kita seluruh berangkat dari kondisi yng percis, yakni kondisi disaat masih kecil yng penuh semangat, ceria, bahagia, serta tak ada rasa takut ataupun pun rasa sedih.
Pertanyaannya yng ingin diajukan di sini merupakan “Mengapa untuk permasalahan yang sama, yaitu kehidupan duniawi, kita mengambil respon yang berbeda-beda?” jawabannya dikarenakan oleh kesan yng berbeda serta kesan yang telah di sebutkan diperoleh dari pola pikir serta kepercayaan yng berbeda mengenai objek yang telah di sebutkan. Untuk lebih terang, berikut penjelasannya.
Secara alami, sejak lahir hingga berusia tiga tahun, ataupun mungkin sampai-sampai sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh menjadikan pikiran bawah sadar (subconscious mind) masih terbuka serta mendapatkan apa saja berita serta stimulus yng dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian, mulai dari orang tua serta lingkungan keluarga.6 Dari orang-orang itulah, pondasi awal terbentuknya karakter telah terbangun. Pondasi yang telah di sebutkan merupakan kepercayaan tertentu serta konsep diri. Jika sejak kecil kedua orang tua selalu bertengkar lalu bercerai, maka seorang anak mampu mengambil kesimpulan sendiri bahwasanya perkawinan itu penderitaan. Tetapi, andai kedua orang tua selalu menunjukan rasa saling menghormati yang dengannya bentuk komunikasi yng akrab maka anak akan memberikan kesimpulan sebenarnya pernikahan itu indah. Semua ini akan berdampak disaat telah tumbuh dewasa.
Selanjutnya, seluruh pengalaman hidup yng berasal dari lingkungan kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah, serta aneka macam sumber lain-lainnya menambah pengetahuan yng akan mengantarkan seseorang mempunyai kemampuan yng makin besar bagi atau bisa juga dikatakan untuk bisa menganalisis serta menalar objek luar. Mulai dari sinilah, peran pikiran sadar (conscious) menjadi makin lebih banyak didominasi. Seiring perjalanan waktu, maka penyaringan terhadap berita yng masuk melalui pikiran sadar menjadi lebih ketat menjadikan tak sembarang berita yng masuk melalui panca indera bisa gampang serta langsung diterima oleh pikiran bawah sadar.
Semakin tidak sedikit berita yng diterima serta makin matang system kepercayaan serta pola pikir yng terbentuk, maka makin terang tindakan, kebiasan, serta karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap individu akhirnya mempunyai system kepercayaan (belief system), citra diri (self-image), serta kebiasaan (habit) yng unik. Jika system kepercayaannya benar serta selaras, karakternya baik, serta konsep dirinya tidak jelek alias bagus, maka kehidupannya akan terus baik serta makin membahagiakan. Sebaliknya, andai system kepercayaannya tak selaras, karakternya tak baik, serta konsep dirinya tidak baik, maka kehidupannya akan dipenuhi tidak sedikit permasalahan serta penderitaan.
Kita ambil sebuah semisal. Ketika masih kecil, kebanykan dari anak-anak mempunyai konsep diri yng tidak jelek alias bagus. Mereka ceria, semangat, serta berani. Tidak ada rasa takut serta tak ada rasa sedih. Mereka selalu terasa bahwasanya dirinya mampu melakukan tidak sedikit hal. Karena itu, orang-orang memperoleh tidak sedikit hal. Kita mampu melihat era orang-orang belajar berjalan serta jatuh, orang-orang akan bangkit lagi, jatuh lagi, bangkit lagi, hingga akhirnya orang-orang mampu berjalan semisal kita.
Akan namun, disaat orang-orang sudah memasuki sekolah, orang-orang mengalami tidak sedikit perubahan mengenai konsep diri orang-orang. Di antara orang-orang mungkin terasa bahwasanya dirinya bodoh. Akhirnya orang-orang putus asa. Kepercayaan ini makin diperkuat lagi sesudah mengetahui bahwasanya nilai yng didapatkannya berada di bawah rata-rata serta orang tua orang-orang pun mengatakan bahwasanya orang-orang memanglah merupakan anak-anak yng bodoh. Tentu saja, dampak negatif dari konsep diri yng tidak baik ini mampu membuat orang-orang terasa tidak lebih percaya diri serta sulit bagi atau bisa juga dikatakan untuk berkembang di kelak lantas hari.
Padahal, andai dikaji lebih lanjut, kita bisa menemukan tidak sedikit penjelasan kenapa orang-orang memperoleh nilai di bawah rata-rata. Mungkin, proses pembelajaran tak sesuai yang dengannya tipe anak, ataupun pengajar yng tidak lebih menarik, ataupun mungkin kondisi belajar yng tidak lebih mendukung. Dengan kata lain, pada hakikatnya, anak-anak itu pintar namun lantaran kondisi yng memberikan kesan orang-orang bodoh, maka orang-orang meyakini dirinya bodoh. Inilah konsep diri yng tidak baik.
Contoh yng lain-lainnya, mayoritas disaat masih kanak-kanak, orang-orang tetap ceria walau kondisi ekonomi keluarganya rendah. Namun seiring perjalanan waktu, anak yang telah di sebutkan mungkin Suka menonton sinetron yng menayangkan bahwasanya kondisi orang miskin selalu lemah serta mengalami tidak sedikit penderitaan dari orang kaya. Akhirnya, anak ini memegang kepercayaan bahwasanya orang miskin itu menderita serta tak berdaya serta orang kaya itu jahat. Selama kepercayaan ini dipegang, maka disaat dewasa, anak ini akan sulit menjadi orang yng kuat secara ekonomi, karena keinginan bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjadi kaya bertentangan yang dengannya keyakinannya yng menyatakan bahwasanya orang kaya itu jahat. Kepercayaan ini cuma akan melahirkan perilaku yng gampang berkeluh kesah serta menutup diri bagi atau bisa juga dikatakan untuk bekerjasama yang dengannya orang-orang yng dirasa lebih kaya.

Source Article and Picture : http://definisimu.blogspot.com/2012/09/definisi-karakter.html

Seputar Definisi Karakter

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Definisi Karakter