Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Karakter di Indonesia

- 15.45

Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Karakter di Indonesia

 
Ditinjau dari sisi historisnya, penggunaan istilah karakter secara spesifik dalam pendidikan muncul sejak akhir abad ke-18. Orang yng pertama kali mencetuskannya merupakan F.W. Foerster, seorang tokoh asal Jerman. Istilah karakter mengacu pada pendekatan idealis spiritual dalam konteks pendidikan. Penggunaan istilah karakter dalam konteks pendidikan ini menitikberatkan pada nilai-nilai transeden yng diyakini menjdai motor yng menggerakan sejarah, baik dalam konteks individu maupun sosial. Akan akan tetapi, sebetulnya pendidikan karakter adalah esensi sejarah pendidikan itu sendiri.
Lahirnya istilah pendidikan karakter sebetulnya adalah sebuah upaya bagi atau bisa juga dikatakan untuk menghidupkan kembali pedagogi ideal-spiritual yng selama ini tenggelam dihantam badai positivisme yng diusung ke permukaan oleh filsuf asal Perancis Auguste comte. Inilah yng menjadi kegelisahan Foerster, menjadikan ia secara tegas menolak gagasan Comte yng mereduksi pengalaman kita-kita cuma dibatasi pada hidup yng Perlu serba ilmiah.
Dalam konteks sejarah pendidikan di Indonesiaan, pentingnya pendidikan karakter menjdai pembangun generasi bangsa unggul sudah muncul sejak diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno. Beliau sudah menyatakan penting serta perlunya pembangunan karakter menjdai bagian yng tidak terpisahkan dari gerakan pembangunan bangsa Indonesia. Beliau menyadari penuh bahwasanya karakter suatu bangsa yng kuat Amat berkontribusi dalam mencapai tingkat kesuksesan serta kemajuan bangsa.
Namun demikian, kondisi bangsa kita serta negara-negara di dunia di era globalisasi ini sungguh Amat memprihatinkan. Nilai-nilai luhur bangsa yng memuat etika, akhlak, ataupun budi pekerti yng adalah warisan dari nenek moyang, terkikis oleh kuatnya ombak modernisasi serta dominasi arus globalisasi yng serba pragmatis nan hedonis.
Nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yng dijiwai oleh nilai-nilai agama serta diwariskan melalui budaya para ulama serta pendiri bangsa, lantas dituangkan ke dalam dasar negara yng disebut Pancasila. Namun tampaknya, ruh Pancasila nampaknya tidak lebih membekas dalam kepribadian para generasi bangsa.
Sudah terlalu lama bangsa kita meyakini bahwasanya kecerdasan intelektual merupakan segala-galanya dalam dalam menentukan keberhasilan hidup dalam segala bidang. Baru beberapa tahun ini bangsa kita mulai mempertanyakan keyakian yang telah di sebutkan, berlebi sesudah adanya pendapat baru yng menyatakan bahwasanya kecerdasan kognitif ataupun kecerdasan intelektual saja tidaklah cukup berkontribusi terhadap kesuksesan seseorang baik dalam konteks pendidikan ataupun pengembangan kualitas hidup.
Pendapat baru ini pun dikuatkan oleh beberapa penelitian yng memperlihatkan bahwasanya kecerdasan intelektual cuma berkontribusi 20% s/d 45% dari kesuksesan pendidikan, sebagaimana yng ditulis oleh Hera Lestari Mikarsa dkk. dalam bukunya yng berjudul “Pendidikan Anak di SD”.
Lebih lanjut, dalam buku yng percis Hera pun mengutip hasil penelitian yng di lakukan Arnold terhadap juara kelas yng berasal dari sekolah menengah sampai-sampai perguruan tinggi, yng sebenarnya memperlihatkan bahwasanya orang-orang memanglah rajin belajar serta tau bagaimana tatacaranya bagi atau bisa juga dikatakan untuk menjadi berprestasi secara akademis, namun sungguh sayang predikat juara yng orang-orang sandang sebenarnya tak berkontribusi apapun terhadap cara orang-orang menyikapi ataupun merespon kesulitan hidup yng orang-orang hadapi.
Dari situlah lantas muncul istilah kecerdasan emosional ataupun Emotional Quotient yng dipercaya bisa dijadikan menjdai tumpuan harapan dalam mencapai maupun meraih kesuksesan dalam hidup seseorang.
Pemerintah sudah mulai menyadari akan pentingnya pembangunan karakter/budi pekerti bangsa. Saat ini, pemerintah mulai memprioritaskan pembangunan karakter bangsa menjdai bagian dari fokus utama pembangunan nasional. Hal itu dibuktikan yang dengannya UU No. 17 Tahun 2007 yng berisi wacana RPJPN 2005-2025, dan inpres Republik Indonesia No. 1 Tahun 2010 yng berkaitan yang dengannya Pencepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010. Dua landasan di atas memperlihatkan bahwasanya pemerintah mulai serius membangun karakter/budi pekerti bangsa.
Selain itu, implementasi kurikulum 2013 berbasis karakter pun satu dari sekian banyaknya wujud dari kesadaran pemerintah akan urgensi pendidikan karakter bangsa. (Sumber gambar: Fanspage Indonesia Mengajar) Ahmad Mujib Kamis, 31 Maret 2016 Pendidikan

Source Article and Picture : http://wikipendidikan.blogspot.com/2016/03/menelusuri-akar-sejarah-pendidikan-karakter-di-indonesia.html

Seputar Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Karakter di Indonesia

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Menelusuri Akar Sejarah Pendidikan Karakter di Indonesia