Arti Kebahagiaan Sejati Menurut Imam Al-Ghazali

- 16.45

Arti Kebahagiaan Sejati Menurut Imam Al-Ghazali

 
Abu Hamid al-Ghazali (1058-1111 M) tak cuma dikenal menjdai satu dari sekian banyaknya filsuf besar Islam, ia pun dianggap, sesudah Nabi Muhammad SAW, menjdai pemegang otoritas terkemuka pada bidang teologi Islam serta jurisprudensi. Apa yng kebanykan orang tak ketahui merupakan bahwasanya al-Ghazali menulis secara panjang lebar perihal topik kebahagiaan. Ihaya' yng terdiri lebih dari 6000 halaman serta 4 volume, diringkas menjdai teks pendek dalam bahasa Persia, berlabel Kimia Kebahagiaan (Alchemy of Happiness).
Dalam Alchemy of Happiness, al-Ghazali memulainya yang dengannya menulis bahwasanya "Dia yang tahu dirinya benar-benar bahagia." Pengetahuan perihal diri terdiri atas menyadari bahwasanya kita mempunyai hati ataupun roh yng benar-benar sempurna, namun sudah ditutupi debu berupa akumulasi kesenangan yng berasal dari tubuh serta sifat kebinatangan. Inti dari diri disamakan yang dengannya cermin sempurna yng andai dipoles akan mengungkapkan sifat ilahiah seseorang yng sebetulnya.

Kunci bagi atau bisa juga dikatakan untuk membersihkan cermin itu tadi merupakan yang dengannya penghapusan keinginan ego serta seluruh keinginan yng bertentangan yang dengannya melakukan apa yng benar dalam seluruh aspek ke hidup-an seseorang. Saat ia menulis, "tujuan disiplin moral adalah untuk memurnikan hati dari karat-nafsu dan amarah sampai seperti cermin yang jelas, yang mencerminkan cahaya dari Allah."
Tugas semisal itu tidaklah gampang, menjadikan akan terlihat bahwasanya kebahagiaan sejati bukan keadaan yng bisa yang dengannya gampang dicapai kebanykan orang pada biasanya. Memang, al-Ghazali menekankan bahwasanya cuma beberapa orang sudah mencapai kebahagiaan tertinggi ini, yng mengalami persatuan yang dengannya ilahi. Orang-orang ini merupakan para nabi, menjdai utusan bagi atau bisa juga dikatakan untuk mengingatkan umat kita-kita dari tujuan sebetulnya serta tujuan akhir orang-orang. Para nabi merupakan orang-orang yng sudah sukses membersihkan cermin batin orang-orang dari seluruh karat serta kotoran yng dikumpulkan oleh keinginan tubuh. Hasilnya, orang-orang bisa melihat sesuatu era orang-orang terjaga, di mana orang lain cuma bisa melihatnya dalam mimpi orang-orang, serta orang-orang mendapatkan wawasan ke dalam qalbu melalui pancaran langsung dari intuisi daripada melalui proses pembelajaran yng melelahkan.
al-Ghazali menyatakan bahwasanya para nabi merupakan orang-orang yng paling bahagia, lantaran orang-orang sudah mencapai tujuan akhir dari keberadaan kita-kita. Al-Ghazali menulis bahwasanya setiap orang dilahirkan yang dengannya "mengetahui rasa sakit dalam jiwa" yng diperoleh dari pemutusan hubungan yang dengannya Realitas non-materiil (Tuhan). Mata kita sudah begitu terganggu oleh hal-hal fisik serta kesenangan, akibatnya kita sudah kehilangan kemampuan bagi atau bisa juga dikatakan untuk melihat yng tidak terlihat. Inilah sebabnya kenapa orang tak bahagia: orang-orang berupaya bagi atau bisa juga dikatakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam jiwa yang dengannya jalan mencari kesenangan-kesenangan fisik. Tapi kenikmatan fisik tak mampu meredakan rasa sakit yng dasarnya memang itu adalah kegersangan spiritual. Satu-satunya jawaban bagi atau bisa juga dikatakan untuk kondisi kita merupakan kenikmatan yng datang bukan dari tubuh, namun dari pengetahuan perihal diri.
Pengetahuan perihal diri sendiri tak akan dicapai oleh pemikiran semata ataupun filsafat. Sebagai sufi, al-Ghazali mengacu pada dua cara bagi atau bisa juga dikatakan untuk mencapai punvak kebahagiaan: melalui tarian (para darwis berputar) serta musik (Qawalli, yng diwakili di zaman modern yang dengannya lagu-lagu dari Nusrat Fateh Ali Khan, menjdai semisal). Salah satu tarian dasar darwis sufi cuma berputar di sekitar paku besar yng ditempatkan di antara dua jari pertama dari kaki kiri. Ini melambangkan gagasan bahwasanya segala sesuatu berputar di sekitar Allah, bahwasanya Dia merupakan pusat dan lingkar setiap kegiatan. Satu demi satu putaran, batas-batas diri mulai memudar, serta menjadi benar-benar diserap oleh cinta murni ilahi. Euforia dicapai disaat kita kehilangan kesadaran diri serta menjadi terfokus pada Tuhan. Dengan cara ini, tarian Sufi ataupun musik mirip yang dengannya konsep Csikszentmihalyi perihal "Flow".
al-Ghazali pun menulis bahwasanya ketidakbahagiaan diciptakan oleh perbudakan keinginan serta keyakinan bahwasanya seseorang Perlu memenuhi keinginannya sendiri (sebagaimana diatur oleh naluri dasar serta selera). Dia berpendapat bahwasanya seluruh orang merasakan, malah dalam keadaan membingungkan, bahwasanya ada sesuatu yng salah, bahwasanya otentisitas ke hidup-an kita butuh dikoreksi. Perasaan jengkel semisal ini merupakan sumber sukacita terbesar kita, agar sesekali kita menjadi sadar akan hal itu serta kita bisa memimpin diri kita dalam arah yng berlawanan, menuju ke hidup-an penuh makna serta transendensi-diri. [Diolah dari the history of happiness] Ahmad Mujib Minggu, 23 Oktober 2016 Keislaman

Source Article and Picture : http://wikipendidikan.blogspot.com/2016/10/arti-kebahagiaan-sejati-menurut-al-ghazali.html

Seputar Arti Kebahagiaan Sejati Menurut Imam Al-Ghazali

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Arti Kebahagiaan Sejati Menurut Imam Al-Ghazali