Cintai Sesama Muslim Seperti Mencintai Diri Sendiri

- 06.16

Cintai Sesama Muslim Seperti Mencintai Diri Sendiri

 
Islam merupakan agama yng penuh cinta hening serta beri sayang terhadap sesama kita-kita. Jauh dari aneka macam tudingan negatif dari luar yng seringkali menuduh islam menjdai agama pembawa konflik serta perpecahan, malah p3perangan. Namun di sayangkan, seringkali umat islam sendiri tak mampu menampakkan sisi beri sayang dari ajaran agamanya sendiri. Justru makin tidak sedikit orang islam sendiri yng yang dengannya atas nama islam, menampilkan perilaku-perilaku yng bertentangan yang dengannya nilai-nilai humanisme islam itu sendiri.
Fenomena makin Suka terjadinya konflik antar sesama umat islam dewasa ini mengingatkan saya akan perintah Rasulullah saw. agar mencintai saudara sesama muslim sebagaimana mencintai diri sendiri. Inilah prinsip cinta beri serta toleransi yng seharusnya dipegang teguh oleh setiap muslim.. Sebagai seorang muslim serta mahluk sosial tentunya, kita diperintahkan bagi atau bisa juga dikatakan untuk merealisasikan keimanan kita yang dengannya berbuat baik serta mencintai sesama muslim semisal kita mencintai diri kita sendiri, Hal ini didasari pada sabda Nabi saw.:
Artinya: “Salah seorang diantara kalian tidak beriman sampai dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim)
Para ulama mengatakan, “Makna hadits di atas adalah seseorang tidak akan memiliki keimanan yang sempurna (bukan bermakna tidak beriman). Sebab pokok keimanan sudah bisa dicapai oleh seseorang sekalipun tidak memiliki sifat yang disebutkan di dalam hadis tersebut. Sedangkan makna mencintai saudaranya adalah pada hal-hal yang ada kaitannya dengan ketaatan dan yang hukumnya mubah, bukan hal-hal yang haram. Keterangan ini bisa dilihat pada riwayat versi An-Nasaa’i yang terungkap dalam hadis berikut: “Salah seorang dari kalian tidak beriman sampai dia mencintai saudaranya pada hal-hal yang menyangkut kebaikan sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.”

Asy-Syarikh Abu ‘Amr bin Ash-Shalah mengatakan, “Hal ini terkadang dikategorikan sebagai sesuatu yang sulit direalisasikan. Padahal sebenarnya bukanlah seperti itu. Sebab makna hadis itu adalah tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai saudaranya sesama muslim sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Dengan demikian proses realisasi hal ini (mencintai saudara sesama muslim seperti mencintai diri sendiri) sudah bisa dicapai hanya dengan tidak berniat menyaingi saudaranya itu dengan tujuan yang kurang baik. Misalnya dengan tidak ingin mengurangi kenikmatan yang diterima oleh salah seorang saudaranya. Bersikap seperti ini sebenarnya cukup mudah untuk orang yang memiliki hati sehat dan sebaliknya akan sulit bagi orang yang hatinya menyimpan rasa dendam.”
Dalam hadis riwayat Ibnu Hibban dijelaskan لايبلغ عبد حقيقة الايمان (seseorang tak akan mencapai hakikat keimanan), maksudnya merupakan kesempurnaan iman. Tetapi orang yng tak melakukan apa yng ada dalam hadis ini, dia tidaklah kemudian menjadi kafir. Jadi hadis di atas adalah satu dari sekian banyaknya indikasi dari sempurnanya iman seseorang, bukan berguna bahwasanya seseorang yng belum mampu mencintai sesama muslim sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri kemudian dihukumi kafir.
Terkait yang dengannya kata يُحِبَّ (mencintai) dalam redaksi hadis di atas, Imam Nawawi mengatakan, “Cinta merupakan keseringan terhadap sesuatu yng dimau-kan. Sesuatu yng dicintai yang telah di sebutkan bisa berupa sesuatu yng bisa diindera, semisal bentuk, ataupun bisa pun berupa perbuatan semisal kesempurnaan, keutamaan, mengambil manfaat ataupun menolak bahaya. Kecenderungan di sini bersifat ikhtiyari (kebebasan), bukan bersifat alami ataupun pemaksaan.
Maksud lain dari cinta di sini merupakan cinta serta senang andai saudaranya memperoleh semisal apa yng dia dapatkan, baik dalam hal-hal yng bersifat indrawi ataupun maknawi.” Abu Zinad bin Siraj mengatakan, “Secara dzhahir hadis ini menuntut kesamaan, sedangkan pada realitasnya menuntut pengutamaan, lantaran bagaimanapun pun dasarnya memang setiap orang senang andai dirinya lebih dari yng lain-lainnya. Maka andaikan dia mencintai saudaranya semisal mencintai dirinya sendiri, berguna ia salah satunya orang-orang yng utama."
Secara substansial, hadits di atas mengajarkan kepada kita wacana prinsip egaliter, toleransi, beri sayang terhadap sesama, empati, serta mementingkan kemaslahatan bersama. Orang islam yng satu yang dengannya lain-lainnya bagaikan satu tubuh, di mana ada satu dari sekian banyaknya anggota yng sakit, maka anggota tubuh yng lain pun ikut merasakannya. Hanyalah orang-orang bodoh saja yng mau menyakiti anggota tubuhnya sendiri. Bukankah selamanya kedamaian serta cinta beri itu lebih indah daripada konflik serta permusuhan? Di era banjir berita semisal era ini, menjdai muslim kita Perlu benar-benar cerdas membaca situasi serta kondisi. Jangan gampang terprovokasi serta tergoda isu yng sebetulnya berusaha memecah belah persatuan umat yang dengannya misi mengadu domba sesama umat islam. Budaya bertabayyun Perlu terus kita suarakan demi melindungi kesatuan serta persatuan bangsa serta umat islam.
Referensi: Imam An-Nawawi, Shahih Muslim Bi Syarhin-Nawawi, terj. Wawan Djunaedi Soffandi (Kairo: Darul Hadits, 1994), 503. Ahmad Mujib Selasa, 01 November 2016 Keislaman

Source Article and Picture : http://wikipendidikan.blogspot.com/2016/11/mencintai-saudara-sesama-muslim-seperti-mencintai-diri-sendiri.html

Seputar Cintai Sesama Muslim Seperti Mencintai Diri Sendiri

Advertisement
 

Cari Artikel Selain Cintai Sesama Muslim Seperti Mencintai Diri Sendiri